Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pembinaan Penatua "Cara Mempersiapkan Khotbah Kontekstual"

MEMPERSIAPKAN  DAN MENYAMPAIKAN KHOTBAH

(Sebuah elaborasi dalam membangun khotbah yang kontekstual)

1.   Apakah Khotbah itu?

1.1.             Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “khotbah” berarti pidato (terutama yang menguraikan ajaran agama).

1.2.             “Khotbah” berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata bentukan dari kata “mukhathabah” yang berarti ‘pembicaraan’.

1.3.             Dalam gereja “khotbah” adalah salah satu cara untuk memberitakan Firman Allah.

1.4.             Khotbah dalam Gereja Protestan (Evangelical Church) mempunyai tempat yang sentral, karena tugas Gereja yang utama adalah mengabarkan Firman Tuhan di dalam dunia.

1.5.             Kedudukan “khotbah” dalam bidang teologi dibahas dalam bidang “Homiletika”, di mana kata itu berasal dari kata Yunani “homilia”, yang berarti suatu percakapan atau suatu ceramah. Jadi istilah homiletika berarti ilmu pengetahuan atau ketrampilan dalam hal homilia (= khotbah), di mana di dalamnya diuraikan bagaimana mempersiapkan khotbah dan bagaimana cara menyampaikan khotbah supaya berhasil.

 

2.   Dasar Teologis Khotbah

2.1.             Menurut Martin Luther peranan khotbah dalam Gereja sangat penting sebab ciri Gereja yang hidup adalah di mana Firman Allah diberitakan dan Sakramen dilayankan. Pemberitaan Firman Allah dan Sakramen tidak bisa dipisahkan sebab pelayan Sakramen tidak ada artinya kalau Firman Allah tidak diberitakan. Martin Luther mengartikan Firman Allah sebagai Kristus, Alkitab dan Khotbah Gereja. Jika salah satu unsur dari ketiga hal tersebut tidak ada, maka hal itu bukanlah merupakan firman Tuhan. Menurut Luther, Alkitab adalah tempat Yesus Kristus dipalungkan. Yesus Kristus adalah Firman Allah yang telah menjadi daging. Dalam visi inilah Khotbah Gereja menjadi Firman Allah. Karena firman yang telah menjadi daging itu telah menjadi nyata di dalam Alkitab, maka khotbah gereja menjadi hal pemberitaan firman Tuhan (bnd. 1 Tes.2:13).

2.2.             Menurut Calvin, Alkitab merupakan otoritas tunggal bagi gereja dan menjadi satu-satunya norma bagi iman Kristen. Hal ini sesuai dengan ajaran Luther sola scriptura (hanya pemberitaan Alkitab). Alkitab perlu ditafsirkan untuk sampai kepada khotbah. Sama halnya dengan Alkitab yang juga membutuhkan khotbah melalui tafsiran, agar teks-teks Alkitab dapat dimengerti dan menjadi kata-kata yang hidup dari firman Allah. Tanpa khotbah yang mampu menafsirkan Alkitab, maka Alkitab dan pemberitaan Roh tidak akan terjadi begitu saja. Melalui khotbah yang menafsirkan Alkitab, maka rencana Allah yang menyelamatkan menjadi pemberitaan Injil untuk umat manusia. Khotbah menurut Yohanes Calvin merupakan kelanjutan tugas kenabian. Khotbah adalah tanda anugerah Allah yang besar terhadap manusia oleh karena Allah melalui khotbah berbicara dengan manusia. Demi anugerah Tuhan, maka suara, perkataan dan bahasa manusia dimuliakan dan diberkati agar dalam perkataan dan melalui manusia, suara Tuhan menjadi nyata.

 

3.   Pribadi Pengkhotbah

3.1.             Pengkhotbah adalah seorang yang percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi.

3.2.             Pengkhotbah adalah seorang yang percaya akan kepastian keselamatan.

3.3.             Pengkhotbah adalah seorang yang percaya akan panggilannya untuk memberitakan Firman Tuhan.

3.4.             Pengkhotbah adalah pemberita/penyiar (keryx) perkataan-perkataan yang disuruhkan Sang Raja (Yesus Kristus) dan pengkhotbah juga sebagai saksi (martys)terhadap perkataan-perkataan Sang Raja.

3.5.             Pengkhotbah adalah seorang yang terbeban dan memiliki gairah yang kuat (passion) dalam pelayanan khotbah.

3.6.             Memiliki disiplin rohani yang kuat (rajin berdoa, membaca, menyelidiki dan menerapkan Firman Allah).

3.7.             Memiliki persiapan yang sungguh-sungguh serta mengandalkan pertolongan Roh Kudus.

3.8.             Dia adalah pribadi yang mampu menjaga kekudusan hidup dan menguasai diri.

3.9.             Dia adalah pribadi yang menjadikan hidupnya sebagai khotbah yang hidup (“ngolungku jamitangku, jamitangku ngolungku”)

3.10.         Dia adalah pribadi yang terus meningkatkan kapasitasnya dalam berkhotbah, baik dalam pengetahuan Alkitab maupun pengetahuan umum.

 

4.   Khotbah Tekstual dan Topikal

4.1.             Khotbah Tekstual adalah khotbah yang dipersiapkan dengan penyelidikan teks atau ayat dalam Alkitab, apakah itu satu ayat, atau beberapa ayat (satu perikop) bahkan mungkin satu kitab yang pendek. Tujuan penyelidikan teks atau ayat adalah untuk memperoleh ide dari teks. Selanjutnya ide digodog dengan berbagai tujuan yang akan dicapai bagi pendengar, sehingga diperolehlah ide khotbah yang siap disampaikan kepada umat, melalui eksposisi, ilustrasi dan aplikasi.

4.2.             Khotbah Topikal adalah khotbah yang dipersiapkan dengan pertama-tama menemukan topiknya. Harapannya, topik yang diangkat adalah sesuai dengan kebutuhan jemaat atau sesuai dengan situasi dengan dan kondisi pendengar yang dilayani. Setelah topik ditemukan, maka pengkhotbah mencari ayat-ayat Alkitab yang membicarakan tentang topik tersebut, untuk kemudian diklasifikasi, dipelajari, dan disusun sesuai dengan hukum homiletika. Khotbah topical dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu: Khotbah Biografi atau tokoh, Khotbah Theologi atau doktrin dan khotbah isu atau masalah masa kini. Keungulan khotbah topical: sering lebih relevan, memberi jawaban dengan situasi-situasi tertentu karena dimulai dari ide yang cocok dengan kebutuhan jemaat. Namun kelemahan khotbah topical ini adalah memiliki kecenderungan kuat kurang alkitabiah, karena pengembangan ide tidak sesuai dengan teks dan konteks Alkitab tetapi sesuai dengan apa yang ada dalam diri kita, seperti kemampuan atau pengalaman bahkan keinginan kita.

 

5.   Mempersiapkan Khotbah

5.1.             Secara praktis khotbah adalah suatu komunikasi ide Alkitab yang diambil dari penafsiran yang benar, dikemas dalam bahasa masa kini, diterapkan dan disampaikan oleh pengkhotbah kepada pendengar dalam kuasa Roh Kudus. Karena itu seorang pengkhotbah harus mempersiapkan khotbahnya dengan baik.

 

a)      Komunikasi Ide Alkitab. Yang pertama-tama dilakukan oleh seorang pengkhotbah sebelum menyusun dan menyampaikan khotbahnya adalah menggali dan menemukan ide dari Alkitab dan barulah ide tersebut dikomunikasikan kepada pendengar, baik dengan eksposisi (penjelasan), ilustrasi (pengggambaran) maupun aplikasi (penerapan).

 

b)     Penafsiran yang benar. Penekanan utama penafsiran adalah untuk mencari maksud dari penulis dan penerima kitab pada saat kitab tersebut pertama kali ditulis atau dikirim. Dengan demikian yang selalu dipertanyakan adalah: Apa maksud penulis pada waktu itu? Bagaimana pengertian penerima terhadap teks saat itu?

c)      Dikemas dalam bahasa masa kini. Sebuah khotbah haruslah disampaikan dengan bahasa atau ungkapan-ungkapan yang bisa dipahami oleh kedua belaj pihak, yaitu pengkhotbah dan pendengar di masa kini, di lokasi di mana pengkhotbah melayani.

 

d)     Diterapkan dan disampaikan oleh pengkhotbah kepada pendengar, mempunyai beberapa arti: 1) Seorang pengkhotbah harus hidup dan menjiwai prinsip kebenaran khotbahnya bagi diri sendiri, sehingga pendengar bukan saja mendengar kebenaran dari khotbahnya, tetapi juga melihat teladan atau perilaku atau khotbah yang hidup dari seorang pengkhotbah. 2) Sebuah khotbah yang baik  mesti bersifat aplikatif atau bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

 

e)     Dalam kuasa Roh Kudus. Seorang pengkhotbah juga harus dan tidak boleh tidak bergantung sepenuhnya kepada karya dari kuasa Roh Kudus. Roh Kuduslah yang bekerja sehingga orang-orang yang dikuasai dosa, kehendak daging dan dunia itu diinsyafkan untuk kemudian didorong menerapkan kebenaran Firman Tuhan yang dikhotbahkan.

5.2.           Teknis mempersiapkan khotbah:

a)      Membaca nas Alkitab (Lectio) secara teliti, dilakukan berulang-ulang untuk memahami pokok-pokok utama atau kesatuan ide nas.

b)     Merenungkan nas (Meditatio). Dalam perenungan ini ada dua pertanyaan: 1) Apa arti dan maksud firman ini dalam hidup saya? 2) Apa arti dan maksud firman ini dalam kehidupan gereja masa kini?

c)      Melakukan penafsiran (exegese) yang benar dengan mengikuti criteria ilmu tafsir (Hermeneutika), penafsiran seperti itu disebut dengan tafsiran Literal, Kontektual, Grammatikal, Historikal dan Teologikal. Tujuan utama penafsiran adalah untuk menyelidiki dan mengetahui maksud dari penulis dan penerima kitab pada saat kitab tersebut pertama kali ditulis atau dikirim. Karena itu seorang pengkhotbah dalam penafsiran (exegese) akan ditolong untuk menggali ide nas  atau tujuan khotbah (scopus) pada waktu nas (teks) ditulis dan bagaimana itu dihidupkan/diterangkan/ diapli-kasikan kepada pendengar (jemaat)  pada masa kini.

d)     Membangun struktur khotbah. Struktur khotbah harus sesuai dengan struktur teks yang diselidiki. Bentuk dari struktur khotbah yang lazim disebut dengan pokok besar merupakan penjelasan-penjelasan atau penguraian-penguraian dari pokok utama (dekho). Pokok besar harus bercirikan: 1) kata atau kalimat yang sederhana, yang mudah dipahami dan mudah diingat. 2) Kata atau kalimatnya memiliki kesan yang dalam bagi pendengar. 3) Bentuk kalimat tiap pokok senaiknya seimbang. Bila berupa imbauan, semunya juga harus imbauan, jangan dicampur dengan larangan. 4) Kata yang dipakai harus dalam nuansa kekinian, sebab kita berkhotbah kepada pengkhotbah di masa kini. 5) Pokok-pokok besar harus dalam urutan yang logis.

 

e)     Menyusun Khotbah Secara Garis Besar.

o   Penulisan khotbah ditulis secara garis besar atau outline saja. Keuntungannya, antara lain: menolong pengkhotbah untuk memagari  khotbahnya sehingga uraian khotbah tidak ngelantur ke sana ke mari; memberikan arah yang jelas, apa tujuan yang hendak dicapai melalui khotbahnya; mengurangi kecenderungan untuk terpaku pada teks.

o   Penyusunan khotbah secara garis besar dibagi dalam tiga bagian, yaitu: pendahuluan, isi atau bagian khotbah dan penutup atau kesimpulan. Namun sebelum pendahuluan sering diawali dengan adanya judul.

o   Judul, sebaiknya diangkat dari ide khotbah atau pokok besar dari khotbah. Judul harus menarik, singkat, mudah diingat, dan ditulis di tengah.

o   Pendahuluan, merupakan serambi di sebuah rumah, harus menarik perhatian, memiliki kata-kata yang berkesan dan mempesona dan jemat terdorong untuk mendengar isi khotbahnya. Dalam pendahuluan jangan memberi banyak janji pada hal tidak ditepati. Pendahuluan tidak perlu panjang-panjang. Pendahuluan yang lima menit lamanya sudah cukup untuk khotbah yang tigapuluh menit panjangnya.

o   Isi atau Batang Khotbah. Isi khotbah adalah penjelasan atau penguraian dari ide khotbah yang berupa pokok-pokok besar yang dijelaskan lagi melalui pokok-pokok kecil, yang bentuknya bisa berupa eksposisi, ilustrasi dan aplikasi.

o   Penutup. Penutup atau kesimpulan berfungsi untuk menyiapkan pendengar untuk menanggapi apa yang sudah dikhotbahkan, karena itu harus direncanakan baik-baik, supaya kesimpulan tidak menyimpang dari pokok yang dikhotbahkan. Kesimpulan yang baik pada umumnya memiliki satu ide khotbah, konkrit tetapi juga bersifat personal bagi pendengar. Biasanya diawali dengan kata-kata: “Karena itu…”, “Dengan demikian…” dan lain-lain. Kesimpulan bisa merupakan pengulangan pokok-pokok besar yang sudah dikhotbahkan dengan disertai penerapan-penerapan praktis secara singkat. Tidak kala menariknya khotbah di tutup dengan puisi atau syair nyanyian yang mengungkapkan prinsip kebenaran atau secara langsung mengutip ayat-ayat Alkitab yang sebanding.

Ada terutama dua macam akhir atau penutup khotbah yang harus dielakkan, yaitu: 1) Akhir khotbah yang diharap-harapkan oleh jemaat (karena sudah capai dan perkataan pendeta tidak menarik lagi) tetapi ditunda-tunda oleh pengkhotbah (padahal ia ingin berhenti juga, tetapi segala kalimat yang ditambah-ditambah dianggap kurang layak sebagai akhir khotbah, sehingga ia mencari-cari akhir yang lebih memuaskan). 2) Akhir khotbah pada ketika yang tidak disangka-sangka, karena uraian pengkhotbah belum bulat, dan puncaknya belum dicapai.

 

5.3.  Jenis-jenis nas (teks khotbah)

a)     Cerita

·         Dalam PL dan PB banyak perikop berbentuk cerita tentang hal-hal yang telah terjadi.

·         Karena itu khotbah barus membicarakan hal cerita tersebut dan tidak boleh misalnya mengubahnya menjadi perumpamaan

·         Dalam perikop yang berbentuk cerita harus dicari pesan (message) nas atau tujuan sipenulis menguraikan cerita itu.

b)     Perumpamaan

·         Istilah “perumpamaan” (parabole) dipergunakan untuk bermacam-macam perkataan lukisan, mulai dari pepatah (Luk.4:23) sampai kepada cerita allegoris (Mrk.4:13-20).

·         Umumnya istilah “perumpamaan” menandai suatu kejadian yang dicaritakan untuk menjelaskan peristiwa yang lain. (‘parabole’ berasal dari kata kerja ‘paraballein’ artinya taruh di samping, untuk membandingkan).

 

c)      Mazmur

·         Bila berkhotbah tentang Mazmur, maka pertama sekali harus ditentukan corak Mazmur tersebut.

·         Mazmur-mazmur harus dipandang sebagai jawaban manusia kepada penyataan Allah, dan pusat Mazmur-mazmur adalah Allah sendiri, bukan manusia. Karena itu Mazmur-mazmur yang bercorak nyanyian-nyanyian dan doa-doa harus dipandang sebagai respons manusia terhadap karya atau kebaikan Tuhan.

·         Sebab itu kita tidak boleh terperangkap untuk menjelaskan mazmur-mazmur sebagai bentuk kesalehan manusia.

 

d)     Nubuat

·         Bagian terbesar dari Kitab Nabi-nabi terdiri atas nubuat, yaitu Firman Tuhan yang disampaikan kepada bangsa yang terpilih dengan perantaraan seorang nabi.

·         Ciri khas nubuat bukanlah ramalan masa depan, melainkan penilaian terhadap sejarah (baik masa lampau, sekarang dan masa depan) dalam terang Firman Tuhan.

·         Karena kebanyakan nubuat bersangkut-paut erat dengan tempat, masa dan peristiwa tertentu, maka perlu sekali menyelidiki latar-belakang nubuat menjadi dasar khotbah.

 

e)     Ajaran Dogmatis

·         Dalam Alkitab banyak bagian yang mengandung ajaran dogmatis, misalnya dalam Surat-surat Paulus, yaitu tentang Allah, Yesus Kristus, Hukum Taurat, Dosa, Anugerah, dsb. Semuan ajaran-ajaran itu berdasarkan sejarah, yaitu perbuatan dan pergaulan Allah dengan manusia.

·         Karena dalam khotbah tidak boleh kita memperluas ajaran nas seperti kuliah dogmatika, melainkan ajaran-ajaran yang berdasarkan sejarah itu harus dibentangkan sedemikian rupa sehingga pendengar mengambail bagian di dalamnya.

 

f)       Ajaran Ethis

·         Alkitab tidak hanya mengajarkan tentang perbuatan Allah saja, melainkan mengajarkan dan membimbing manusia untuk merespons perbuatan Allah.

·         Karena itu jika kita mengkhotbahkan nasihat-nasihat atau teguran yang didasarkan kepada nas, maka kita harus selalu menjelaskan nas-nas dogmatisnya tentang perbuatan Allah, yaitu anugerah dalam Yesus Kristus. Dengan kata lain lebih dahulu diceritakan tentang kasih dan anugerah Tuhan, barulah manusia dipanggil supaya menerima anugerah itu dan taat kepada panggilan Tuhan. Misalnya, Paulus membentantangkan ajaran dogmatisnya dalam Roma 1-11, lalu menyampaikan pengajaran etisnya dalam Roma 12-15.

 

5.4.  Cara Menyampaikan Khotbah

a)      Suara pengkhotbah (asli, tidak dibuat-buat,  nyaring, mengatur jarak yang ideal ketika memakai mikrofon, intonasi  atau tempo yang ideal).

b)     Pandangan pengkhotbah (tertuju kepada jemaat).

c)      Gerak-gerik pengkhotbah (wajar, spontan, tidak dibuat-buat, tidak terlalu sering memakai perkataan atau gerakan yang sama).

d)     Pengucapan khotbah (berwibawa) dan penampilan yang menawan.

e)      Khotbah disampaikan dengan bahasa yang sederhana, tidak memakai istilah-istilah asing yang sulit dimengerti oleh jemaat. Tetapi bila memakai bahasa/istilah asing berilah artinya.

 

5.5.  Tujuh Aspek Yang Diperhatikan Dalam Penyampaian Khotbah

 

a.      Kondisi pendengar. Penyampaian khotbah harus disesuaikan kondisi pendengar  antara lain: 1) Faktor usia pendengar (anak-anak, remaja, pemuda, pria, lanjut usia). 2) Faktor pendidikan (SMA, Perguruan Tinggi). 3) Faktor sosial (pedagang, pejabat pemerintahan, atau pegawai instansi). 4) Faktor level pemahaman Alkitab atau spiritual (anggota jemaat biasa, aktivis gereja). 5) Bentuk acara (Kebaktian Umum, KKR, Perayaan, Pendalaman Alkitab, Seminar).

 

b.      Teknik membaca khotbah. Teknik membaca dalam berkhotbah memiliki kelebihan dan kekurangan.

o   Membaca naskah. Khotbah ditulis lengkap dalam bentuk sebuah naskah, kemudian dibaca sesuai teks naskah yang ada, seperti pidato.

o   Membaca garis besar. Khotbah ditulis dalam bentuk garis besar khotbah secara lengkap. Setiap pokok diuraikan dengan pemahaman yang sudah dipersiapkan.

o   Membaca pokok besar. Khotbah dipersiapkan dalam ringkasan pokok-pokok besar. Kemudian diuraikan dengan persiapan yang telah matang dalam pembendaharaan pengalaman teologis, pastoral, dan pemahaman umum (karena sudah pernah disampaikan sehingga pengkhotbah hafal).

 

c.       Komunikasi. Khotbah memerlukan komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Komunikasi khotbah tidak hanya harus menguasai pancaindra pendengar, tetapi bagaimana menyentuh hati, pikiran, perasaan, rohani pendengar. Pendengar harus dilibatkan secara aktif atau diaktifkan.

d.      Alat peraga. Kemampuan untuk mendengar sangat bervariasi, perlu ditambah dengan kemampuan untuk melihat, bisa memakai OHP, LCD, dramatisasi, benda-benda, dan lain-lain.

e.      Ekspresi. Posisi tubuh, jika berdiri, tubuh dalam kondisi kokoh, tetapi fleksibel. Hindari bersandar, tangan jangan dimasukkan ke kantong, jangan mematung. Ekspresi raut muka seharusnya seperti isi hati yang disampaikan: ekspresi kasih, mengampuni, santai, kejam, marah, dan lain-lain. Ekspresi wajah pengkhotbah menghidupkan khotbahnya.

f.        Bahasa isyarat. Gerak tangan ketika memeragakan atau menunjuk: surga, Tuhan, indah, memberi, mempersilakan, mengecam, mengultimatum, dan lain-lain. Gerakan kepala: menengadah, mengangguk, bingung, menolak, dan lain-lain. Hindarilah gerakan yang berlebih-lebihan.

g.      Jadilah diri sendiri. Dalam berkhotbah, perlu belajar dari pengkhotbah lain. Kita boleh mengagumi pengkhotbah yang penuh gaya, suara yang lantang, tegas berwibawa, kalimat-kalimat yang serius, humor yang lucu, tantangan yang mengharukan, dan lain-lain. Kita boleh memiliki idola pengkhotbah. Boleh mencontoh yang baik dari pengkhotbah. Tetapi, jangan menjadi "fotokopi" dari pengkhotbah lain. Jadilah diri sendiri!

 

5.6.           Ilustrasi Khotbah

Louis Paul Lehman dalam bukunya Effective Illustrations, menuliskan pentingnya peranan ilustrasi dalam sebuah khotbah. Ia mengatakan : “A sermon without illustrations is like a house without windows.  Karena itu ada 6 fungsi ilustrasi dalam khotbah:

a)      Ilustrasi membantu membuat khotbah menjadi jelas.

b)     Ilustrasi menjadikan khotbah menarik.

c)      Ilustrasi menghubungkan teologi dengan kehidupan.

d)     Ilustrasi “mengistirahatkan” warga jemaat.

e)      Ilustrasi menaikkan tingkat emosi sebuah khotbah.

f)       Ilustrasi membantu agar sebuah khotbah dapat diingat.

 

5.7.           Unsur-unsur Penilaian Khotbah Sesuai Dengan Azas Homiletika

1)          Apakah khotbah yang disampaikan memiliki ide khotbah (tema) yang jelas?

2)          Apakah pendahuluan khotbah menarik, singkat  dan didalamnya diperkenalkan tujuan khotbah?

3)          Apakah khotbah dibagi kepada beberapa pokok atau bagian?

4)          Apakah bentuk khotbah disesuaikan dengan struktur teks (nas)?

5)          Apakah dalam bagian-bagian khotbah jelas disebutkan teks (ayat) dan dijelaskan dengan baik?

6)          Apakah nas  khotbah itu ditafsiran sesuai dengan konteksnya?

7)          Apakah pengkhotbah memperhadapkan nas dengan keadaan masa sekarang?

8)          Apakah Firman Tuhan yang disampaikan menjadi suatu kenyataan yang hidup untuk para pendengar kini dan di sini?

9)          Apakah pengkhotbah memakai contoh, ilustrasi atau perumpamaan yang pantas?

10)      Apakah pengkhotbah menyampaikan khotbahnya secara dialogis?

11)      Apakah  khotbah ditutup dan disimpulkan dengan baik?

12)      Apakah dalam penutupan ada ajakan kepada jemaat?

13)      Apakah si pengkhotbah menyampaikan khotbahnya dengan suara yang asli, nyaring , jelas, terarah kepada jemaat, gerak-geriknya wajar, dan intonasi yang wajar?


Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

1 comment for "Pembinaan Penatua "Cara Mempersiapkan Khotbah Kontekstual""

  1. Shalom untuk semua saudara seiman dimana pun berada. Mari kita sama-sama belajar tentang Shema Yisrael yang pernah diucapkan oleh Yeshua ( nama Ibrani Yesus tertulis ישוע ) seperti yang dapat kita temukan dalam Markus 12 : 29 dan Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 sebagai berikut :

    Huruf Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד "

    Pengucapannya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani, " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad "

    Orang Yahudi pada jaman Yeshua hingga sekarang terus memegang teguh prinsip keesaan Tuhan YHWH ( Adonai ) yang tersirat dalam kalimat Shema. Pada akhir pengucapan diikuti juga dengan kalimat berkat sebagai berikut :

    " ברוך שם כבוד מלכותו לעולם ועד " ( Barukh Shem, kevod malkuto le'olam va'ed, artinya diberkatilah nama yang mulia kerajaanNya untuk selamanya dan kekal )
    🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜🕯️🕍🤴🏻👑🇮🇱🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐍₪

    ReplyDelete